Seni rupa, khususnya seni lukis telah lama dikenal oleh manusia. Manusia mengenal jenis seni ini sejak puluhan ribu tahun yang telah lampau, hal ini terbukti dari penemuan para pakar kepurbakalaan di goa-goa, terutama di daerah sekitar Perancis selatan, Maroko dan Spanyol. Di goa-goa tersebut ditemukan jejak-jejak peninggalan manusia prasejarah, yang berupa lukisan atau goresan-goresan dan patung-patung. Dengan demikian, seni lukis termasuk cabang seni rupa yang paling tua, dibandingkan dengan cabang seni rupa yang lain.
Perjalanan seni lukis telah melalui berbagai warna dalam pertumbuhannya, sejak masa paling awal, yaitu masa prasejarah, hingga seni rupa modern saat ini. Seni rupa modern dimulai sekitar abad XIX, yaitu pada saat mulai berakhirnya masa Renaissance di Eropa, khususnya Eropa barat dan kemudian meluas ke Amerika. Pada awal perkembangannya, seni lukis modern diwarnai berbagai gejolak yang cukup dahsyat, dengan munculnya berbagai pandangan yang berbeda-beda mengenai seni rupa di antara para seniman, yang kemudian menyebabkan lahirnya faham-faham atau aliran-aliran. Supardi Hadiatmodjo (1990: 147) menjelaskan bahwa:
Pada abad XIX tumbuh bermacam-macam aliran, yang munculnya tidak bersamaan, bersimpangsiur, bertentangan satu sama lain. Lebih-lebih pada waktu itu keadaan sosial ekonomi dipengaruhi oleh kemajuan teknik (Revolusi Industri di Inggris) dan Revolusi Perancis tanggal 14 Juli 1789. Akibat adanya kedua revolusi berpengaruh dan menjadi tantangan bagi perkembangan kesenirupaan.
Perkembangan seni lukis modern dari Eropa tersebut semakin meluas hingga ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Berbagai sumber kepustakaan tentang seni rupa di Indonesia umumnya menyatakan bahwa kelahiran seni lukis modern di Indonesia pertama kali dipelopori oleh Raden Saleh Syarif Bustaman. Raden saleh adalah orang Indonesia yang pertama kali belajar tentang seni lukis modern ke Eropa, khususnya pada seniman zaman Renaissance. Sejak kepergian Raden Saleh belajar seni lukis ke luar negeri inilah, seni lukis modern di Indonesia dinyatakan dimulai, sehingga pada masa ini disebut sebagai masa perintisan. Masa perintisan ini kemudian berlanjut ke suatu masa yang di sebut sebagai Mooi Indie. Pada masa ini, tema-tema lukisannya adalah tentang alam, yang meng-ekspose tentang keindahan panorama alam Indonesia. Kebanyakan lukisan-lukisan yang dibuat adalah untuk memenuhi pesanan pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu. Tokoh-tokoh seni lukis yang terkenal pada masa ini adalah Abdullah Suriosubroto, Wakidi dan lain-lain.
Seni lukis modern di Indonesia memang dipengaruhi oleh perkembangan seni lukis di Eropa, namun meskipun demikian, tidak serta merta seni lukis yang ada di Indonesia sama halnya dengan seni lukis yang berkembang di Eropa. Jim Supangkat dalam Sem. C. Bangun (2000: 4) menjelaskan bahwa: ”Bila dikaji, seni lukis kita memiliki konteks nasional dan internasional sekaligus. Perkembangan seni rupa yang kita kenal sekarang ini di satu sisi adalah adaptasi seni rupa modern (yang mempunyai bingkai barat) dan di sisi lain hasil perkembangan yang dipengaruhi kondisi lokal”. Pernyataan tentang ”seni lukis Indonesia” ini terlihat secara gencar didengungkan pada dekade 30-an, oleh para seniman yang tergabung dalam Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) yang dipelopori oleh S. Sudjodjono dan Agus Djaja yang menyatakan bahwa seni lukis Indonesia adalah seni lukis yang melukiskan kondisi bangsa Indonesia secara realistis. Pada waktu itu bangsa Indonesia tengah berjuang melawan penjajahan Belanda, sehingga tema-tema yang muncul dalam lukisan-lukisan pada masa PERSAGI ini umumnya tentang perjuangan dan penderitaan akibat penjajahan.
Pertumbuhan seni lukis modern Indonesia mulai terasa perkembangannya setelah masa kemerdekaan. Pada masa ini, seni lukis mendapatkan peluang yang luas untuk hal ini. Pameran-pameran besar seni lukis mulai digelar dengan dukungan penuh dari pemerintah, berbagai sudut istana negara banyak terpajang lukisan-lukisan, serta di kantor-kantor lembaga pemerintahanpun tak pernah luput dari pemajangan lukisan.
Puncak kejayaan atau masa ”keemasan” seni lukis Indonesia menurut banyak kalangan kesenirupaan Indonesia terjadi menjelang tahun 1990, yang sangat populer dengan sebutan ”Boom Seni Lukis Indonesia”. Istilah boom menurut A. S. Hornby dan Parnwel dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia (1993: 39) adalah: ”Perkembangan pesat dalam perdagangan secara tiba-tiba”. Pada masa ini terjadi peningkatan pesat dalam hal jumlah lukisan, semakin banyaknya seniman yang menjadi pelukis, peningkatan frekuensi dan jumlah pameran, pertumbuhan galeri-galeri komersial serta semakin banyaknya orang menjadi kolektor lukisan. Terjadinya boom ini memberikan pengaruh yang cukup kuat pada perkembangan seni lukis Indonesia selanjutnya. Hingga kini, seni lukis merupakan jenis seni yang paling mendapatkan tempat di masyarakat (Indonesia), terbukti dari berbagai event pameran seni rupa ataupun penyelenggaraaan kompetisi seni rupa yang bertaraf nasional umumnya, karya lukis masih menjadi karya yang paling banyak diikutsertakan, meskipun dewasa ini seni rupa di Indonesia semakin beragam dengan berkembangnya berbagai macam seni media baru (kontemporer), misalnya performance art, seni instalasi, video art dan lain-lain.